Kamis, 17 Mei 2012

 Paguyuban Pasundan Menentang Pengeboran Situs
Hamparan batu yang tertata di Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (10/2). Situs Gunung Padang di ketinggian 894 meter diatas permukaan laut (mdpl) ini merupakan peningalan peradaban Megalitik sekitar rentang waktu 2500 - 1500 SM dan merupakan situs megalitik terbesar se Asia Tenggara.

HEADLINE NEWS, CIANJUR --Ketua Paguyuban Pasundan Cianjur, Jabar, Abah Ruskawan, menentang keras rencana pengeboran yang akan dilakukan  di situs megalit Gunung Padang untuk kedua kalinya.
Bahkan dia mengancam akan melakukan aksi boikot atas rencana tersebut, sebelum dilakukan eskapasi dan restorasi di lokasi situs. Pasalnya ungkap dia, selama ini, belum ada kajian perihal tersebut dan tidak ada izin.
"Silahkan tanya apakah mereka sudah mendapat izin dari dinas terkait di tingkat kabupten dan Jabar. Intinya kami akan menentang kegiatan yang akan dilakukan selama satu bulan lebih itu," katanya, Selasa.
Dia menuturkan, pihaknya akan berkordinasi pula dengan masyarakat setempat, serta tokoh dan budayawan di Jabar, untuk menentang pengeboran yang kembali dilakukan staf khusus bencana alam itu.
"Ini jelas-jelas akan merusak situs, kita tidak tahukan efek dari pengeboran. Bisa saja batu yang ada di dalamnya rusak atau hancur, sementara yang melakukan  pengalian bukan ahlinya seperti arkeolog atau peneliti," ucapnya.
Sementara itu Eko Wiwit  kordinator Simpul Bodebekpuncur Walhi Cianjur, Jabar, mengatakan hal yang sama. Pihaknya menilai pengeboran yang dilakukan Andi Arief, merupakan bentuk dari inkonsisten ketika mengucapkan maaf di Cianjur beberapa waktu lalu.
Sehingga pihaknya akan melakukan perlawana atas rencana tersebut karena rencana tersebut jelas dia tidak melibatkan masyarakat adat dan budaya yang ada dilokasi situs seperti pengeboran pertama.
"Bukan masalah penelitian atau kajian yang telah dilakukan, namun rencana tersebut, sudah melibatkan masyarakat adat dan budaya sekitar belum. Kalau masyarakat tidak dilibatkan duduk satu meja, maka kami menentang dan akan boikot rencana tersebut," katanya.
Selain itu, tambah dia, selama ini, analisa sosial belum pernah dilakukan, terutama terhadap masyarakat adat dan budaya di sekitar lokasi. Bahkan tutur dia, selama ini, masyarakat di tingkat lokal belum mengetahui rencana tersebut.

Rabu, 16 Mei 2012

 Kirab "Bedol Projo" Warnai HUT Sleman
 
 Bedol Projo
SLEMAN --Peringatan Hari Jadi ke-96 Kabupaten Sleman dimeriahkan dengan Kirab "Bedol Projo" yang mengisahkan prosesi perpindahan pusat Pemerintahan Kabupaten Sleman dari kompleks Pesanggrahan Ambarrukmo ke Beran Tridadi Sleman, Selasa.

Prosesi Kirab Bedol Projo" tersebut ditandai penyerahan peti yang berisi dokumen dari Pemerintah Kecamatan Depok kepada Bregada Parajurit untuk dikirab ke Beran setelah sebelumnya dilakukan kenduri dan doa bersama.

Bregada dari Ketingan, Kecamatan Mlati melambangkan berdirinya Kabupaten Sleman 15 Mei 1916, yaitu ada 15 bregada sebagai tanggal, 5 bregada sebagai bulan, 19 bregada dan 16 bregada sebagai tahun lahirnya.
Kepala Seksi Sejarah Nilai dan Tradisi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Sleman Anas Mubakir mengatakan kirab "Bedol Projo" ini dilaksanakan setiap peringatan Hari Jadi Kabupaten Sleman yakni pada 15 Mei.

"Acara budaya ini untuk menandai perpindahan pemerintahan Kabupaten Sleman dari kompleks Pesanggrahan Ambarukmo ke Beran Tridadi Sleman. Awalnya pusat Pemerintahan Kabupaten Sleman berada di Pasenggrahan Ambarrukmo. Namun mulai 1964 pusat pemerintah pindah ke Beran Tridadi Sleman," katanya.
Menurut dia, Pemerintahan Kabupaten Sleman di Pasangrahan Ambarrukmo mulai 1947 hingga 1964. "Selama itu ada lima bupati yang menjabat yakni KRT Pringgodiningratan (1945-1947), KRT Projodiningratan (1947-1950), KRT Diponingratan (1955-1959) dan KRT Murdodiningrat (1959-1974)," katanya.

Ia mengatakan, sebelum 1947 Kabupaten Sleman masih kawedanan, yaitu masih ada Sleman timur, tengah dan Barat dan sejak 1947 dijadikan satu. "Pusat Pemerintahan Kabupaten Sleman saat itu di Pasanggrahan Ambarrukmo," katanya.

Selasa, 15 Mei 2012

Dialog Punakawan dengan Emha Ainun Najib
ILUSTRASI
HEADLINE NEWS, OASE --Dialog Punakawan dengan tokoh budayawan, Emha Ainun Najib mewarnai pergelaran Wayang Punakawan Nusantara Madagaskar (WPNM) dengan cerita Semar Mengunjungi Kerabat di Madagaskar bertempat di Wisma Indonesia, Madagaskar, pada akhir pekan.

Dialog hubungan bilateral Indonesia-Madagaskar dan prospeknya dilihat dari kacamata budaya sebagaimana yang tergambar dari berbagai karya sastranya dilakukan melalui sambungan jarak jauh, demikian Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI Antananarivo, Hanggorono Nurcahyo di London, Selasa.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Antananarivo pagelaran Wayang Punakawan Nusantara Madagaskar (WPNM) merupakan pagelaran perdana yang diselenggarakan di Madagaskar kreasi Kepala Perwakilan RI/Kuasa Usaha Tetap (KUTAP) RI Antananarivo, Artanto S. Wargadinata sebagai salah satu langkah pelaksanaan Total Diplomacy KBRI Antananarivo khususnya dalam program Trade Tourism Investment and Cultural (TTIC).

Pementasan ini disaksikan sekitar 125 orang terdiri dari masyarakat Indonesia yang bermukim di Madagaskar juga anggota Ikatan Alumni Indonesia (IAI) yang tergabung dalam Masyarakat Malagasy yang pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan di Indonesia, seperti Kerjasama Negara Berkembang atau KNB, Dharmasiswa, Lemhanas dan Sesko TNI.

Pagelaran yang bertema Semar is Visiting Relatives in Madagascar atau Semar dia nitsidika ny rahalaliny eto Madagasikara itu dilakukan KUTAP RI dibantu sejumlah Staf KBRI Antananarivo selama kurang lebih satu jam yang berhasil memukau penonton.

Pementasan ini dilakukan dengan Bahasa Indonesia yang diselingi bahasa-bahasa lainnya seperti Inggris, Malagasy, Perancis, Arab, Hindi dan Italia serta beberapa dialog dengan bahasa daerah yang banyak bersentuhan dengan kebudayaan dan bahasa Malagasi antara lain Dayak. Manyaan, Banjar, Batak Toba, Palembang, Jawa dan Sunda.

Selama pementasan, terdapat sesi khusus dialog interaktif antara wakil hadirin dengan tokoh budayawan, Emha Ainun Najib melalui sambungan jarak jauh tentang hubungan bilateral Indonesia-Madagaskar dan prospeknya dilihat dari kacamata budaya sebagaimana yang tergambar dari berbagai karya sastranya.

Dua wakil penonton Romo Bono dan Jenderal Gendarmerie Madagaskar alumni Sesko TNI, Jenderal Rakotomanana ikut memeriahkan suasana pementasan. Romo Bono saat ini sedang mengadakan penelitian mengikuti hasil penelitian sarjana Norwegia Otto Christian Dahl, penulis buku Migration from Kalimantan to Madagascar (1991).

Kuasa Usaha Tetap (KUTAP) RI Antananarivo, Artanto S. Wargadinata mengatakan melalui Soft Power Diplomacy yang salah satu bentuknya adalah Pagelaran WPNM tersebut, diharapkan mampu menjadi bridging saling pengertian posisi masing-masing pihak, peningkatan kerjasama dalam bidang ekonomi perdagangan dan investasi serta sosial budaya berupa pendidikan dan kerja sama teknik.

Diharapkan menjadi stimulus bagi pengembangan kerjasama bilateral di masa mendatang seperti Kajian pembukaan Indonesian Center, Studi Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Malagasy, Kerjasama Bidang Kepemudaan dan Olah Raga, serta Kerjasama Bidang Lingkungan Hidup.

Madagaskar yang saat ini yang berpenduduk k.l. 21 juta jiwa potensial menjadi modalitas yang signifikan bagi pengembangan hubungan bilateral disegala bidang. Pagelaran WPNM ini diharapkan pula mampu menumbuhkembangkan hubungan kedua bangsa dan negara yang didasari oleh Persaudaraan Abadi, Silaturahmi dan Tali Kasih.

Hanggorono Nurcahyo mengatakan gubungan bilateral Indonesia dengan Madagaskar tergolong unik karena adanya hubungan psikologis-historis antara kedua suku bangsa. Suku terbesar di Madagaskar, yaitu suku Imeria, yang bermukim di wilayah Antananarivo adalah keturunan dari bangsa Polinesia bagian Indonesia yang melakukan migrasi ke Madagaskar pada abad ke-5 Masehi.

Bahasa Madagaskar merupakan salah satu rumpun bahasa Melayu Polinesia, bahkan sangat mirip dengan bahasa suku Manyan salah satu suku dayak di Kalimantan Barat, demikian Hanggorono Nurcahyo.

Minggu, 13 Mei 2012

 Cultuur=Tandur=Keseharian Jrabang
 
HEADLINE NEWS - Pameran Lukisan Jrabang - Pengunjung melihat lukisan karya Bibit "Jrabang" Waluyo yang digelar dalam pameran bertajuk CultuurTandur di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/5/2012). Lukisan Jrabang dengan teknik sungging tampil sederhana namun memiliki retorika visual yang kuat. Pameran berlangsung hingga 19 Mei 2012.
Melalui teknik sungging yang rapi, Bibit ”Jrabang” Waluya menyuguhkan keseharian orang Jawa dalam pameran bertajuk ”Cultuur Tandur” di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, 10-19 Mei 2012. Kadang jenaka, kadang satir, kadang sinis, Jrabang memainkan berbagai paradoks kehidupan orang Jawa yang gamang merasa kehilangan ”kejawaan” mereka.
Si bapak yang sedang menggendong orok tersenyum lebar ketika anak lelaki menaruh ”helm” bakul nasi kepala si bapak. Si bapak tersenyum, meski kakinya dikerubuti dua anak lainnya, meski di belakangnya ada anaknya yang lain lagi mengacung-acungkan centong.
Si ibu yang duduk di hadapan si bapak itu juga tersenyum meski empat anak yang lain merubungnya. Seorang tidur di pangkuan si ibu, seorang menyisir rambat panjang si ibu, seorang meliliti si ibu dengan sampur, seorang lainnya bermain-main dengan tudung saji.
Lukisan berjudul ”Keluarga Berencana” (2012) itu merupakan satu dari 13 karya Bibit ”Jrabang” Waluya yang dipamerkan. Satu dari lukisan-lukisan Bibit yang selalu memancing senyum melihat bagaimana Jrabang memainkan kontras ”Keluarga Berencana” dan ”banyak anak banyak rezeki”.
Dengan ”biasa”, Bibit menaruh segala peralatan makan keluarga besar itu sebagai mainan anak-anak. Begitu ”biasa” sehingga mungkin orang akan lupa bertanya, ”Mana nasi isi cething (bakul) itu?”
Kontras yang lain, antara guyub dan kesendirian, tampak dalam lukisan 12 orang yang sedang merubungi sebuah tampah dan berlomba memakan urap-urap di tampah dalam karya ”Tajamu’an” (2012). Di sebelah mereka, seorang lainnya tersendiri dari reriuhan menyantap urap-urap itu karena sibuk bercakap lewat telepon genggam.
Gudangan atau urap-urap acap terlihat di berbagai selametan atau kenduri di desa-desa. Orang bersama lewat telepon genggam pun bukan hal baru di kampung-kampung. Di kanvas Jrabang, kebersamaan dicuatkan bersamaan dengan keterpisahan. Telepon genggam memang selalu mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat.
Lukisan keluarga lainnya, ”Brayut Family” juga lebih dari yang sekadar terlihat. Lukisan itu mirip dengan foto keluarga tempo doeloe, ayah dan ibu duduk dikelilingi anak-cucu mereka. Ada anak atau menantu yang berseragam tentara, berseragam pegawai negeri sipil, berbaju sekolah, bahkan cucu di pangkuan si kakek pun berbaju tentara.
Dalam katalog pameran, penulis Setyawan mengulas tentang karya Jrabang. ”Brayut Family” adalah representasi literasi visual yang bergerak di antara pengalaman empiris si seniman... orang berseragam militer bukan semata-mata anggota keluarga yang militer... seragam dikenakan menjadi atribut sosial di mana si pemakai menambatkan identitas,” tulis Setyawan.
”Ingkung Garuda”
Jrabang melukiskan semuanya dengan teknik sungging, mirip dengan teknik melukis wayang kulit atau wayang beber. Tidak ada perspektif ruang dalam lukisan orang-orang biasa berwajah wayang dan beranatomi wayang. Yang ada justru ruang kanvas yang disisakan kosong yang membolak-balik kelaziman, menampilkan paradoks keseharian hidup orang Jawa.
Orang Jawa dan keseharian mereka adalah pusar proses kreatif Jrabang yang gelisah melihat orang berbondong-bondong mencari masa lalu kebudayaan Jawa yang konon adiluhung. ”Padahal, ’kebudayaan Jawa yang adiluhung’ itu hanya seremoni. Apa fungsi ’kebudayaan Jawa yang adiluhung’ bagi keseharian orang Jawa? Bagi saya, kebudayaan adalah keseharian hidup,” kata Jrabang.
Simbol dan penanda ”kebudayaan Jawa” di tangan Jrabang terolah menjadi beragam rupa, menyuguhkan komedi, parodi. ”Ingkung Garuda” yang dilukis Jrabang pada 2008 bahkan memunculkan sinisme Jrabang melihat persoalan sosial Indonesia.
Ingkung merupakan masakan khas Jawa yang lazimnya berbahan daging ayam yang dimasak utuh sebagai sesaji. Namun, ingkung di kanvas Jrabang adalah burung garuda itu terkulai ambruk beralaskan perisai bersegi lima berwarna merah, putih, dan hitam. Ingkung burung garuda itu dirubung berpuluh lalat, seperti daging busuk.
Namun, pesona Jrabang adalah kejenakaan, keriangan yang muncul dari lukisan keseharian orang berwajah dan bertubuh wayang. Kejenakaan yang bercerita segala paradoks ”kebudayaan Jawa” yang membuat kita tersenyum diam-diam. Dan malu-malu.

Sabtu, 12 Mei 2012

Gunung Salak dan Pesawat Jatuh
 
 Basarnas melakukan komunikasi radio di kaki Gunung Salak, Sukabumi, Jawa Barat, dalam upaya pencarian pesawat Sukhoi Superjet 100, Kamis (10/5/2012). Pesawat Sukhoi Superjet 100 jatuh di Gunung Salak Sukabumi, Jawa Barat, Rabu 3 Mei lalu saat melakukan demo penerbangan yang disebut Joy Flight.
HEADLINE NEWS - Boleh dikata Gunung Salak yang ada di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, adalah sebuah "kuburan" pesawat terbang karena sudah sering kecelakaan pesawat terjadi di gunung ini.
Bahkan, banyak orang yang mengaitkan gunung ini dengan hal-hal mistis, di antaranya karena selimut tebal kabut di gunung ini yang bagi sebagian orang dianggap misterius.
Namun, secara logika, kabut tebal di gunung ini memang secara tidak langsung akan mengganggu perjalanan pesawat terbang seperti terjadi pada pesawat buatan Rusia, Sukhoi Superjet (SJJ) 100 yang diduga menabrak tebing gunung ini.
Bagi pegiat alam bebas, karakteristik gunung tersebut terbilang unik dibandingkan gunung-gunung lain di Pulau Jawa. Karakteristiknya menyerupai gunung di Bukit Barisan yang membelah Sumatera.
Gunung Salak juga menelan banyak korban dari kalangan pendaki gunung. Medannya yang ekstrem ditambah hutan yang lebat membuat orang yang kurang memahami alam bebas, tersesat.
Mengutip Wikipedia, hutan di Gunung Salak terdiri dari hutan pegunungan bawah (submontane forest) dan hutan pegunungan atas (montane forest).
Bagian bawah kawasan hutan, semula adalah hutan produksi kelolaan Perum Perhutani.
Di antara jenis pohon yang ditanam di sini adalah tusam (Pinus merkusii), rasamala (Altingia excelsa).
Pada beberapa lokasi, terutama arah Cidahu, Sukabumi, ditemukan pula jenis tumbuhan langka bernama Rafflesia rochussenii yang menyebar terbatas sampai Gunung Gede dan Gunung Pangrango di dekatnya.
Bukan jalur penerbangan
Lalu, mengapa Gunung Salak disebut sebagai "kuburan" pesawat terbang?
Dari catatan sejumlah media online, di gunung yang masuk ke wilayah Taman Nasional Gunung Salak Halimun ini memang kerap terjadi rangkaian kecelakaan pesawat.
Pada 15 April 2004, pesawat Paralayang Red Baron GT 500 milik Lido Aero Sport, jatuh di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Tiga orang tewas akibat kecelakaan ini.
20 Juni 2004, pesawat Cessna 185 Skywagon, jatuh di Danau Lido, Cijeruk, Bogor. Lima orang tewas.  Kemudian pada Juni 2008, pesawat Casa 212 TNI AU jatuh di Gunung Salak di ketinggian 4.200 kaki dari permukaan laut. Kecelakaan ini menewaskan 18 orang.
30 April 2009, tiga orang tewas setelah kecelakaan terjadi pada pesawat latih Donner milik Pusat Pelatihan Penerbangan Curug jatuh di Kampung Cibunar, Desa Tenjo, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor.
Selanjutnya yang terakhir ini, pesawat SSJ-100 buatan Rusia berpenumpang 46 orang jatuh pada 9 Mei 2012.
Sejumlah kalangan keheranan mengapa Sukhoi yang malang ini turun ke ketinggian yang justru di bawah tinggi gunung.
Staf Ahli Menristek Bidang Pertahanan Keamanan Hari Purwanto bahkan menyatakan penerbangan melalui kawasan Gunung Salak seharusnya tidak dilakukan pada ketinggian 6.000 kaki karena tinggi gunung itu sendiri sekitar 2.200 meter. Belum lagi awan tebal selalu meliputi pegunungan itu.
"Biasanya penerbangan dari Halim menuju Pelabuhan Ratu di ketinggian 12.000 kaki dan standar minimum 8.000 kaki, tapi Sukhoi ini terbang dari ketinggian 10.000 kaki, mengapa turun ke 6.000 kaki?" kata Hari Purwanto di Makassar, Kamis.
Pesawat Sukhoi Super Jet 100 buatan Rusia yang sempat hilang kontak saat joy flight dari Halim Perdanakusuma ke Pelabuhan Ratu diperkirakan menabrak pinggir tebing Gunung Salak. 45 orang yang menumpangi pesawat ini diperkirakan tewas.
Hari menyebutkan tiga faktor yang mungkin menyebabkan sebuah pesawat jatuh di Gunung Salak.  Ketiganya adalah faktor cuaca, faktor kesalahan manusia, dan faktor kelaikan pesawat.
Ia mengingatkan bahwa jalur penerbangan Bandara Halim Perdanakusuma ke Pelabuhan Ratu via Gunung Salak bukan jalur penerbangan. Pun bukan area aman untuk penerbangan, apalagi bagi pilot yang tidak terlalu mengerti medan di sana.
Pesawat Sukhoi yang telah dipesan penerbangan swasta Indonesia untuk penerbangan komersial itu diakuinya sudah diuji di sejumlah negara lain sebelum diuji di Indonesia, seperti Myanmar atau negara yang pasarnya terbuka bagi pesawat di luar Boeing, Airbus, dan lainnya.
Hari mengungkapkan, pada masa lalu, semua pesawat yang akan digunakan di Indonesia harus melalui kajian atau review teknologi dari BPPT. Namun, sejak satu dekade ini review itu tidak dilakukan lagi.

Jumat, 11 Mei 2012

Budaya Makassar-India Dipadukan dalam Drama Musikal
ILUSTRASI
MAKASSAR -- Budaya Makassar dan India dipadukan dalam sebuah drama musikal bertajuk "I Basse Goes to Hollywood" yang menceritakan tentang kisah cinta sejati antara Basse (panggilan sayang untuk anak perempuan dalam bahasa Makassar) dan Sharul Khang.
"Pertunjukan ini menggunakan dialek asli Makassar dan diperankan oleh pemain-pemain berbakat juga dari Makassar," kata Marcomm Manager Trans Studio Makassar Imelda Christiana di Makassar, Kamis.
Selain kental dengan budaya lokal dengan unsur cerita Makassar di dalamnya, pertunjukan drama musikal ini juga memasukkan unsur tarian dan busana layaknya film-film India. "Tata panggung, koreografi serta semua hal yang ditampilkan dalam drama musikal ini berkualitas," ujarnya.
Diceritakan Imelda, Basse dan Sharul Kang adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Namun, kisah cinta sejati itu harus kandas ketika Basse terpaksa menerima pinangan Juragan Rambo untuk membayar utang orang tuanya.
Tak mampu menghadapi kenyataan kekasihnya harus menikah dengan orang lain, Sharul Kang pergi ke Bollywood untuk mengejar impiannya menjadi aktor terkenal.
Basse kemudian harus kembali menelan takdir ditinggalkan ibu tercintanya dan hidup sebatang kara. Namun, untungnya ada Sanjoy Dutt yang menolong Basse dengan mengajaknya untuk bekerja sebagai asisten di Bollywood.
Apakah cinta sejati Basse dan Sharul Kang dapat kembali terjalin di tengah keriaan Bollywood? Pertunjukan drama musikal yang dipersembahkan bagi masyarakat Makassar ini ditampilkan di Trans Studio Theme Park setiap hari, mulai pukul 14.00 WITA.
Pertunjukan drama musikal dramatis yang didukung oleh berbagai spesial efek dan koreografi megah bertaraf internasional ini merupakan inovasi pertunjukan terbaru yang ditampilkan oleh wahana rekreasi keluarga tersebut. "Merupakan kebanggaan, bisa memberikan hiburan berskala internasional. Namun, tetap mengedepankan budaya dan talent lokal," tambah Imelda.

Kamis, 10 Mei 2012

Pemkab Sleman Gelar Lomba Karawitan
ILUSTRASI
SLEMAN -- Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu, menyelenggarakan lomba karawitan antarkecamatan dalam rangka peringatan Hari Jadi Ke-96 Kabupaten Sleman.

"Lomba karawitan ini diikuti 11 kecamatan di Kabupaten Sleman, sedangkan maksud lomba ini adalah untuk menggali kembali semangat kebersamaan dalam iklim kompetisi di kalangan seniman karawitan," kata Kepala Humas Pemkab Sleman Endah Sri Widiastuti di Sleman, Rabu.

Ia menjelaskan, tujuan lomba karawitan menggali potensi seniman dan seniwati karawitan yang berbakat di wilayah kecamatan se-Kabupaten Sleman.

"Selain itu juga sebagai salah satu upaya dalam rangka pembinaan, pengembangan, dan pelestarian kesenian daerah, khususnya seni karawitan," katanya.

Ia mengharapkan, lomba itu dapat mendorong kecintaan masyarakat terhadap seni tradisi yang adiluhung khususnya seni karawitan yang mengarah kepada pembentukan jati diri bangsa yang saat ini dirasa semakin luntur.

"Lomba ini juga untuk mendukung kecamatan sebagai pusat pengembangan seni budaya dan sosialisasi Hari Jadi Ke-96 Kabupaten Sleman," katanya.

Bupati Sleman Sri Purnomo saat membuka lomba tersebut mengatakan, kegiatan itu bisa menggali potensi di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman.

"Potensi kesenian karawitan ini agar nanti tetap dijaga dan dilestarikan, dihidup-hidupkan bahkan nanti juga bisa berkembang. Lebih-lebih nanti bisa muncul yang muda-muda karena saat ini yang muncul masih tua-tua, maka ini dipertahankan dulu baru nanti ditularkan pada yang muda-muda," katanya.